Entuyut itu adalah nama lain
dari Kantong Semar dan nama latinnya adalah Nepenthes. Nah menurut info yang
saya dapat, Nephentes itu ada banyak macamnya. Ada Nepenthes clipeata, Nepenthes
tentaculata, Nepenthes rafflesiana, Nepenthes mirabilis dan
banyak lagi.
Yang membedakan antara satu
Nephentes dengan yang lain itu dapat dilihat dari bentuknya. Contohnya N.clipeata.
Clipeata ini bentuknya cukup lucu, kalau diliat dari samping persis seperti
buah catur kuda. Jadi dibawahnya itu bulat seperti balon, terus dia mengerucut
keatas, terus melebar seperti corong dan ada daun yang menempel mirip tutup
gelas. Ada juga yang namanya N. lowii. Bentuknya seperti bebek yang
sedang “mangap” seperti hendak memakan ikan. Ada lagi N.
albormaginata. Bentuknya seperti alat musik saksofon, bentuknya panjang dan
langsing. Bingung dengan penjelasan saya? Oke nanti saya selipkan gambar.
Pusat peredaran terbesar
adalah dari Pulau Borneo (Kalimantan termasuk Serawah, Sabah dan Brunei).
Urutan kedua ditempati oleh Sumatera, sedang di Pulau Jawa menurut penelusuran
dari spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense hanya terdapat 2 jenis entuyut
saja. Mungkin ini juga salah satu penyebab saya dari kecil tidak pernah melihat
yang namanya kantung semar atau entuyut.
Nama entuyut sendiri ternyata
berbeda beda di setiap daerah. Di Riau, Kantong Semar lebih dikenal sebagai
periuk monyet, sedangkan di Jambi dikenal dengan nama kantung beruk. Dan
ternyata dengan bentuknya yang seperti kantong, Suku Dayak Katingan yang berada
di Kalimantan Tengah menyebutnya dengan nama ketupat napu. Napu sendiri berarti
rawa. Karena dahulu Suku Dayak Katingan menggunakan entuyut sebagai bahan
pembungkus ketupat dengan cara memasukan nasi kedalam kantung semar lalu
dikukus dan karena entuyut tumbuh di rawa-rawa maka disebut ketupat napu.
Bahkan di Sumatera Barat ada yang namanya kue godah yaitu kue campuran dari
gula, tepung dan santan yang dimasukan kedalam godah atau kantong semar.
Ternyata selain menjadi tanaman hias entuyut pun bisa menjadi tempat bungkus
makanan? Akuuuurrrr.
Namun keberadaan
entuyut sendiri sudah hampir punah keberadaannya. Jadi bukan hanya hewan saja
yang bisa punah ternyata tumbuhan pun bisa punah juga. Contohnya ya entuyut
ini. Sekarang ini entuyut sudah masuk daftar merah IUCN yang berarti keadaannya
sudah kritis dan terancam punah. Jadi mari kita lestarikan tanaman ini. Sayang
kan kalau tanaman seunik ini dan semanfaat ini akhirnya hilang dari muka bumi
ini.(ayu)
(disarikan
dari berbagai sumber oleh Allan Yuliansyah)
Tuesday, May 7, 2013
Monday, May 6, 2013
Buletin Entuyut, Sebuah Cerita Sejarah (2)
Perbaikan dan upaya memajukan
buletin juga terus dilakukan. Mulai dengan mengupayakan agar selalu terbit
tepat waktu, membuka akun di sosial media dan microblog, hingga membuat laman
blogletin ini.
Blogletin ini adalah ruang pendukung
untuk memperluas jangkauan distribusi buletin versi cetak. Bagaimanapun
keterbatasan dana dan kesiapan personel masih menjadi salah satu kendala yang
perlu dibenahi. Tapi dengan semangat kesederhanaan, blog ini diharapkan mampu
menjadi salah satu ruang ekspresi yang menjembatani gap antara mimpi dan
kenyataan yang harus dihadapi.
Ada dua hal utama yang ingin dicapai
oleh redaksi Buletin Entuyut melalui blogletin ini. Pertama, redaksi ingin
menyapa lebih banyak pembaca dengan buletin ini. Kedua, redaksi ingin membuka
ruang bagi publik lebih khusus para kontributor agar setiap orang bisa
berpartisipasi mengisi buletin. Harapannya, suatu saat nanti, Buletin Entuyut
benar-benar menjadi suara konservasi Kalimantan Barat.
Target pertama sudah mulai tercapai.
Paling tidak pada saat peluncuran blogletin ini sudah ada pembaca yang
mengakses blogletin ini dari Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jerman. Itu
yang digambarkan oleh statistik blogger.com. Semoga itu bukan para pengguna di
Indonesia yang menggunakan server/ip addres dari luar negeri, tapi benar-benar para
pengguna yang mengakses dari tempat domisili mereka. Artinya, semakin hari
Buletin Entuyut semakin mampu menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas.
Selain menjaga agar tujuan pertama
selalu tercapai, blogletin berusaha untuk mematik keinginan dari pengguna
internet untuk berpartisipasi menulis dalam blogletin ini. Tentu, meskipun
Buletin Entuyut adalah media komunikasi Balai KSDA Kalimantan Barat, tidak
menutup kemungkinan untuk para kontributor dari wilayah lain untuk ikut
menyumbang dan berpartisipasi dalam mengisi ruang-ruang blogletin.
Jadi zonder jeri untuk mengisi
blogletin ini. Memang blogletin ini tidak diperuntukkan semata-mata untuk
mengisi versi cetak Buletin Entuyut. Fungsi blogletin ini sengaja dibedakan.
Bila ruang tulisan dan kontribusi pada versi cetak sangat terbatas maka dalam
blogletin ini setiap orang diberi ruang seluas-luasnya untuk menyumbangkan
ceritanya. Tentu materi yang akan ada dalam versi cetak akan berbeda dengan
yang termuat dalam blogletin ini. Tapi itulah yang diidam-idamkan.
Karena disinilah para pembaca dan
segenap kontributor memiliki kebebasan untuk menulis. Panjang, pendek, ringan,
berat, padat, bertele-tele, apapun itu...mari! Silahkan berekspresi
sepuas-puasnya, tentu dengan catatan bahwa para pengelola blogletin ini akan
tetap menseleksi mana-mana tulisan yang layak publikasi berkaitan dengan materi
dan isi yang tidak meninggalkan asas bebas bertanggungjawab, sopan, bebas SARA,
dan tidak mengandung materi pornografi maupun materi lain yang dilarang.
Thursday, May 2, 2013
Buletin Entuyut, Sebuah Cerita Sejarah (1)
Mari kita sebut saja blog ini dengan
kata blogletin!
Buletin Entuyut adalah media
komunikasi massa milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat.
Mulai terbit rutin pada tahun 2011, embrio media ini mulai tumbuh pada tahun
2001. Sejak kelahirannya, Buletin Entuyut telah mengalami banyak gelombang
pasang surut. Saat-saat tertentu, buletin harus terbit terlambat karena
keterbatasan anggaran. Pernah juga suatu ketika karena keterbatasan personil
pengelola buletin ini tidak terbit cukup lama. Namun, bukan juga tidak ada
kemajuan yang dicapai. Paling tidak setelah terbitnya ISSN, Buletin Entuyut
mulai terbit secara kontinyu.
Bicara tentang nama buletin, ada hal
menarik juga yang kami rasa perlu diceritakan. Awalnya buletin terbit dengan
nama Siluk. Nama lokal untuk Arwana Super Red. Kemudian, buletin pernah
berganti nama menjadi Buceros, nama genus untuk jenis Rangkong/Enggang.
Terakhir, buletin menamai dirinya dengan nama Entuyut, kembali menggunakan nama
lokal yang berarti Kantong Semar.
Mengapa Siluk, Buceros dan Entuyut?
Ketiganya adalah nama-nama yang familier bagi para pegiat konservasi sumberdaya
alam hayati. Siluk atau Arwana Super Red adalah jenis arwana yang khas dari
Kalimantan Barat. Ada banyak jenis Arwana, tapi menurut pendapat khalayak
hobiis ikan hias, jenis super red adalah jenis yang paling berharga dan banyak
diburu oleh para hobiis. Warna merah di tepian sisiknya yang menyala terang
berkilau dianggap yang paling menarik. Maka, berharap dapat menjadi berkilau
dan memberi kontribusi yang berharga bagi dunia konservasi di Kalimantan Barat
maupun di Indonesia.
Menariknya, ternyata nama Siluk juga
digunakan oleh Taman Nasional Danau Sentarum sebagai media komunikasi. Awalnya
Danau Sentarum adalah salah satu kawasan konservasi di bawah pengelolaan Balai
KSDA Kalimantan Barat. Sama-sama berlokasi di Kalimantan Barat, TN Danau
Sentarum adalah salah satu habitat alami bagi Siluk. Dengan berdirinya Balai TN
Danau Sentarum serta dilandasi semangat berbagi sesama "anak"
Kementerian Kehutanan, maka nama Siluk akhirnya digunakan oleh TN Danau
Sentarum dan bergantilah nama media komunikasi Balai KSDA Kalimantan Barat
menjadi Buceros.
Buceros adalah nama baru bagi
buletin. Nama ini diambil dengan maksud agar buletin mampu terbang tinggi
layaknya burung. Selain itu, salah satu jenis dalam ordo Bucerotidae (Enggang
Gading-Buceros/Rhinoplax vigil) adalah maskot Kalimantan Barat. Cerita menarik
lain yang berkaitan dengan pemilihan nama buletin adalah sifat jenis Buceros
adalah badannya yang besar di antara jenis-jenis burung, pilihan tempat
hidupnya di puncak kanopi hutan dan kebiasaannya memakan buah-buahan yang
secara tidak langsung turut menyebarkan biji dalam rantai pertumbuhan tegakan
hutan.
Dus, sembari berharap
"badan" buletin ini menjadi semakin berkembang. Harapan untuk tinggal
di puncak kontribusi bagi dunia konservasi dengan cara menyebarkan bibit-bibit
kesadaran atas lingkungan juga menjadi salah satu esensi pemilihan nama
tersebut.
Dinamika pun berkembang. Ada
keinginan untuk membuat suatu nama yang memberikan identitas yang lebih
spesifik dan mencerminkan Kalimantan Barat. Sidang redaksi pun digelar.
Masing-masing redaktur memberikan pendapat dan sarannya. Singkat kata,
terpilihlah nama entuyut. Mengapa entuyut? Sebab entuyut adalah sebutan lokal
untuk kantong semar. Lalu mengapa kantong semar? Sebab di salah satu kawasan
yang dikelola oleh Balai KSDA Kalimantan Barat, terdapat flora endemik bernama Nepenthes
clipeata. Jenis kantong semar yang hanya dijumpai di Taman Wisata Alam Gunung
Kelam.
Dengan terpilihnya nama Entuyut,
maka identitas lokal terwakili dengan baik. Endemik berarti unik dan tidak
ditemukan di tempat lain. Tapi semangat yang dibawa sejak pertama kali buletin
ini terbit tetap tersemat dan menjadi semangat yang terus dibawa hingga saat
ini.
Dan inilah Buletin Entuyut, semoga
apa yang kami sajikan mampu memberi sumbangsih bagi dunia konservasi dan
penyadartahuan tentang arti penting pelestarian bagi masyarakat Kalimantan
Barat. Meskipun kecil....(bersambung-pemred)
Subscribe to:
Posts (Atom)